Ibnurrojak
As-Singkawangy (Mahasiswa Ma’had Utsman bin Affan Mustawa Ar-Rabi’)
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا
فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا
مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
1) Segala yang ada di langit dan di bumi bertasbih
kepada Allah, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. 2) Wahai
orang-orang yang beriman kenapa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian
kerjakan? 3) Kebencian yang sangat besar di sisi Allah jika kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan. 4) Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka
bangunan yang tersusun kokoh.
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا
فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Di dalam Fathul Qadir[1]
dijelaskan bahwa, dikedepankannya سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا
فِي الْأَرْضِ pada surah ini, dan juga pada beberapa
surah lainnya, baik dengan لفظ الماضي (Kata
kerja lampau) seperti dalam surah ini, dan di sebagian lainnya dengan لفظ المضارع (kata kerja untuk masa kini dan masa akan datang), dan
sebagainnya lagi dengan لفظ الأمر (Kata Perintah) menunjukkan bahwa
disyaria’atkan atau diperintahkannya untuk bertasbih (Mensucikan dan menyebut
nama Allah) disetiap waktu, yang lalu, akan datang dan sekarang. Dan diawal
surah ini juga telah diberikan kepada kita arah atau tujuannya sebagai batasan,
الْأَرْضِ
وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ yaitu الغالب الذي لا يغالب
الحكيم في أفعاله وأقواله (Yang Maha
Menguasai/ Mengalahkan dan Tidak Terkalahkan, dan Yang Maha Bijak dalam
perbuatan-Nya dan perkataan-Nya).
Adapun di tafsir Ath-Thabari[3]
menyebutkan bahwa segala yang ada dilangit (yang tujuh) dan dibumi (makhluk/
ciptaan) telah bertasbih kepada Allah, tunduk lemah kepada-Nya, secara
uluhiyyah dan rububiyah, dan Dia Maha Perkasa dalam pembalasan dan
kemurkaan-Nya kepada orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya diantara mereka,
yang kufur kepada-Nya, dan yang menentang atau menyelisihi perintah-Nya. Yang
Maha Bijaksana dala, pengurusan-Nya terhadap mereka.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat difahami
bahwa segala makhluk ciptaan Allah baik yang ada di langit dan dibumi senantiasa
bertasbih, mensucikan Allah dengan lisan dan perbuatan mereka. Mereka tunduk
dan patuh, serta beriman kepada uluhiyah dan rububiyah Allah. Aqidah yang
bersih,tidak menyekutukan-Nya dengan apa-pun. Lisan mereka selalu basah oleh
dzikir menyebut nama-Nya setiap waktu, pagi dan petang[4].
Menjadi sebuah kewajiban bagi seorang hamba khususnya
seorang muslim untuk senantiasa mengingat Allah yang telah menciptakannya baik
dengan lisan maupun perbuatan. Dengan perbuatan artinya seorang muslim
senantiasa taat atas perintah-perintah Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Karena
tujuan pencipataan jin dan manusia tidak lain adalah untu beribadah kepada
Allah. Senantiasa takut dengan adzab Allah yang pedih, yang disediakan bagi
mereka yang bermaksiat, kufur dan menentang perintah-Nya[5].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ
مَا لا تَفْعَلُونَ (2 كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
(3
Ath-Thobari[6]
menafsirkan firman Allah يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا
لا تَفْعَلُونَ bahwa Allah Azza wa Jalla
berkata, wahai orang-orang yang beriman, berkatalah yang benar kepada Allah dan
Rasul-Nya, jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak dibuktikan dengan
perbuatan, maka perbuatan kalian telah menyelisihi apa yang telah kalian ucapkan.
Kemudian ia (Ath-Thabari) menafsirkan firman Allah, كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا
مَا لا تَفْعَلُونَ bahwa Allah berkata kemurkaan
yang besar di sisi Tuhan kalian atas perkataan kalian yang tidak kalian
kerjakan.
Abu Bakar Al-Jazaa-iri[7]
menafsirkan ayat يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ bahwa itu adalah kalimat panggilan, atau seruang yang ditujukan
kepada orang-orang beriman. Mereka (orang-orang beriman) berkata, kalaulah kami
mengetahui amal-amal yang paling dicintai Allah maka pasti kami akan
melakukannya, dan ketika mereka mengetahuinya mereka meremekannya dan tidak
mengerjakannya. Maka Allah menghina mereka dengan ayat ini. Dan menetapkan syari’at
umum yang berlaku sampai hari kiamat. Maka siapa yang mengatakan aku telah
mengerjakan tetapi dia belum mengerjakannya dia telah berbohong, dan
seburuk-buruk sifat adalah pembohong. Dan siapa yang mengatakan saya akan
mengerjakan dan dia tidak mengerjakan maka dia telah menyelisihi janji, dan
seburuk-buruk sifat adalah yang mengingkari janji. Begitulah Allah mengajarkan
hamba-Nya tentang kejujuran dan menepati janji (الوفاء). Dan
firman Allah كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ maksudnya adalah, perkataan kalian “Kami mengerjakan” dan
kalian tidak mengerjakan adalah termasuk dari apa-apa yang dibenci Allah atas
pelakunya dengan kebencian yang sangat, atau Allah sangat murka terhadap hal
itu.
Disebutkan Ath-Thabari[8]
ada tiga pendapat yang menerangkan tentang sebab-sebab diturunkannya ayat يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ ,
yaitu:
1.
Yang mengatakan bahwa ayat itu diturunkan sebagai peringatan
dari Allah kepada orang-orang beriman yang berharap ingin tau tentang amal-amal
yang utama, maka kemudian Allah memberi tahu mereka. Dan ketika mengetahuinya,
mereka meremehkannya dan tidak mengerjakannya, sehingga mereka dicela dengan
ayat ini.
2.
Yang berpendapat bahwa ayat ini diturunkan sebagai peringatan
kepada suatu kaum dari sahabat-sahabat Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam
– ada salah satu dari mereka yang berbangga-bangga dengan perbuatan-perbuatan
baik yang dia tidak mengerjakannya, dia berkata “Aku mengerjakan ini dan itu”.
Kemudian Allah menghina mereka atas apa-apa yang mereka banggakan namun tidak
mereka kerjakan itu.
3.
Yang berpendapat bahwa ayat ini adalah peringatan kepada
orang-orang munafik yang berjanji kepada kaum muslimin dari golongan ansor,
kemudia mereka (orang-orang munafik) berdusta.
Menurut Ath-Thabari [9]
di antara ketiga pendapat tersebut, pendapat pertama yang paling tepat, yaitu
yang mengatakan bahwa ayat itu diturunkan sebagai peringatan kepada orang-orang
beriman, karena dalam ayat ini Allah menyebutkan يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
Dari tafsir ayat kedua dan ketiga diatas makan bisa
diambil pelajar bahwa, Islam adalah agama yang mencintai dan memerintahkan
sesorang untuk berbuat jujur dan membenci kebohongan. Hal ini senada dengan
hadits Rasulullah,
Dari Abdullah – radhiyallahu ‘anhu –
dari Nabi – shalallahu ‘alaihi wasallam –bersabda “Sesungguhnya kejujuran itu
mengarahkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu mengarahkan kepada
syurga, dan sesungguhnya seorang laki-laki yang senantiasa jujur sampai menjadi
seorang yang jujur (dipercaya) dan sesungguhnya kebohongan itu mengarahkan
kepada keburukan, dan sesungguhnya keburukan mengarahkan kepada neraka, dan
sesungguhnya seorang laki-laki yang senantiasa berbohong sampai-sampai Allah
menetapkannya sebagai seorang pedusta.” (HR Al-Bukhari[10]
dan Muslim[11])
Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa
menepati janji, dan membenci orang yang berkhianat atau menyelisihinya, karena
itu hal itu termasuk di antara sifat orang-orang munafik yang disebutkan oleh
Rasulullah.
Dari Abu Hurairah – radhiyallahu
‘anhu – dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam – beliau bersabda, “Tanda-tanda
orang munafiq ada tiga, jika berbicara berdusta, jika berjanji ingkar, jika
diberikan amanah berkhianat.” (HR. Al-Bukhari[12],
Muslim[13]
dan At-Turmudzi[14])
Selain itu islam juga mengajarkan dan mewajibkan kesesuaian
antara perkataan dan perbuatan, terutama bagi seorang da’i ilallahu, guru,
orang tua, Pimpinan, dan sebagainya. Jika sesorang memerintahkan atau
menasihati atau mengajarkan orang lain untuk melakukan sebuah amal kebaikan
maka hendaknya dia yang lebih dulu mengerjakannya.
Islam melarang seseorang yang berbangga dengan amal
yang telah ia kerjakan, atau hitung-hitungan dalam melakukan ibadah. Terlebih
mereka yang bangga terhadap sebuah amal kebaikan dan mengatakan “aku
mengerjakan ini dan itu” namun ternyata mereka tidak mengerjakannya.
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk dari
orang-orang yang senantiasa bertasbih dan ingat kepada-Nya. Dan semoga Allah
juga menjadikan kita diantara orang-orang yang jujur, selalu menepati janji dan
memiliki kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Ya Allah jadikanlah tulisan ini sebagai salah satu
amal pemberat timbanganku (Penulis) kelak di yaumil hisab, dan jadikanlah kami
sebagai orang-orang yang ikhlas.
Wallahu a’lam bishowab
Jakarta, 26-10-2013
[1] Fathu Al-Qodir, Juz. 7 Hal, 212 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[2] Aysaaruttafaasir, Juz. 4 Hal. 250 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[3] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.350
Al-Maktabah Asy-Syamilah
[4] Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Ahzab : 41-42, surah Al-Mu’min : 55 dan
Surah Al-Qaff : 39
[5] Al-Qur’an Al-Karim Surah An-Nisa : 14
[6] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.350
Al-Maktabah Asy-Syamilah
[7] Aysaaruttafaasir, Juz. 4 Hal. 250 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[8] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.350-356
Al-Maktabah Asy-Syamilah
[9] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.355-356
Al-Maktabah Asy-Syamilah
[10] Shahih Bukhari Kitab Bad-i Al-Wahyi No. 6094 Juz. 8 hal. 30
Al-Maktabah Asy-Syamilah
[11] Shahih Muslim Kitab Qobhi Al-Kadzbi wa husni Ash-Shidqi wa fadhlihi
no. 6083 & 6084 Juz. 8 Hal. 29 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[12] Shahih Al-Bukhari kitab Bad-i Al-Wahyi No. 33 Juz. 1 Hal. 15; No. 2682
Juz. 3 Hal. 236; No. 2749 Juz. 4 Hal 5; No. 6095 Juz. 8 Hal. 30
[13] Shahih Muslim Bab. Bayaan Khisool Al-Munaafiq no.220 & 222 Juz. 1
Hal. 56
[14] Sunan At-Turmudzi Bab.
‘alaamatu Al-Munafiq No. 2361 Juz. 5 Hal. 19
0 komentar:
Posting Komentar