About

Sabtu, 26 Oktober 2013

Tafsir Surah Ash-Shof Ayat 1-3


Ibnurrojak As-Singkawangy (Mahasiswa Ma’had Utsman bin Affan Mustawa Ar-Rabi’)
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
1) Segala yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. 2) Wahai orang-orang yang beriman kenapa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan? 3) Kebencian yang sangat besar di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. 4) Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka bangunan yang tersusun kokoh.

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Di dalam Fathul Qadir[1] dijelaskan bahwa, dikedepankannya سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ pada surah ini, dan juga pada beberapa surah lainnya, baik dengan لفظ الماضي (Kata kerja lampau) seperti dalam surah ini, dan di sebagian lainnya dengan لفظ المضارع (kata kerja untuk masa kini dan masa akan datang), dan sebagainnya lagi dengan لفظ الأمر (Kata Perintah) menunjukkan bahwa disyaria’atkan atau diperintahkannya untuk bertasbih (Mensucikan dan menyebut nama Allah) disetiap waktu, yang lalu, akan datang dan sekarang. Dan diawal surah ini juga telah diberikan kepada kita arah atau tujuannya sebagai batasan, الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ yaitu الغالب الذي لا يغالب الحكيم في أفعاله وأقواله (Yang Maha Menguasai/ Mengalahkan dan Tidak Terkalahkan, dan Yang Maha Bijak dalam perbuatan-Nya dan perkataan-Nya).
Dengan kalimat hampir sama Abu Bakar Al-Jazaa-iri[2] menafsirkan ayat ini,  bahwa Allah Ta’ala mengabarkan bahwa segala yang ada di langit dan di bumi telah mensucikannya dengan lisan dan perbuatan mereka, dan sesungguhnya Dia Yang Maha Perkasa Maha Bijaksana, Yang Maha Perkasa Maha Menguasai/Mengalahkan atas segala urusan-Nya, tidak ada yang menghalangi kehendak-Nya. Yang Maha Bijaksana danal perbuatan-Nya dan penjagaan_nya untuk kerajaan-Nya.
Adapun di tafsir Ath-Thabari[3] menyebutkan bahwa segala yang ada dilangit (yang tujuh) dan dibumi (makhluk/ ciptaan) telah bertasbih kepada Allah, tunduk lemah kepada-Nya, secara uluhiyyah dan rububiyah, dan Dia Maha Perkasa dalam pembalasan dan kemurkaan-Nya kepada orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya diantara mereka, yang kufur kepada-Nya, dan yang menentang atau menyelisihi perintah-Nya. Yang Maha Bijaksana dala, pengurusan-Nya terhadap mereka.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat difahami bahwa segala makhluk ciptaan Allah baik yang ada di langit dan dibumi senantiasa bertasbih, mensucikan Allah dengan lisan dan perbuatan mereka. Mereka tunduk dan patuh, serta beriman kepada uluhiyah dan rububiyah Allah. Aqidah yang bersih,tidak menyekutukan-Nya dengan apa-pun. Lisan mereka selalu basah oleh dzikir menyebut nama-Nya setiap waktu, pagi dan petang[4].
Menjadi sebuah kewajiban bagi seorang hamba khususnya seorang muslim untuk senantiasa mengingat Allah yang telah menciptakannya baik dengan lisan maupun perbuatan. Dengan perbuatan artinya seorang muslim senantiasa taat atas perintah-perintah Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Karena tujuan pencipataan jin dan manusia tidak lain adalah untu beribadah kepada Allah. Senantiasa takut dengan adzab Allah yang pedih, yang disediakan bagi mereka yang bermaksiat, kufur dan menentang perintah-Nya[5].

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ (2 كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ (3

Ath-Thobari[6] menafsirkan firman Allah يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ bahwa Allah Azza wa Jalla berkata, wahai orang-orang yang beriman, berkatalah yang benar kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak dibuktikan dengan perbuatan, maka perbuatan kalian telah menyelisihi apa yang telah kalian ucapkan. Kemudian ia (Ath-Thabari) menafsirkan firman Allah, كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ bahwa Allah berkata kemurkaan yang besar di sisi Tuhan kalian atas perkataan kalian yang tidak kalian kerjakan.
Abu Bakar Al-Jazaa-iri[7] menafsirkan ayat يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ bahwa itu adalah kalimat panggilan, atau seruang yang ditujukan kepada orang-orang beriman. Mereka (orang-orang beriman) berkata, kalaulah kami mengetahui amal-amal yang paling dicintai Allah maka pasti kami akan melakukannya, dan ketika mereka mengetahuinya mereka meremekannya dan tidak mengerjakannya. Maka Allah menghina mereka dengan ayat ini. Dan menetapkan syari’at umum yang berlaku sampai hari kiamat. Maka siapa yang mengatakan aku telah mengerjakan tetapi dia belum mengerjakannya dia telah berbohong, dan seburuk-buruk sifat adalah pembohong. Dan siapa yang mengatakan saya akan mengerjakan dan dia tidak mengerjakan maka dia telah menyelisihi janji, dan seburuk-buruk sifat adalah yang mengingkari janji. Begitulah Allah mengajarkan hamba-Nya tentang kejujuran dan menepati janji (الوفاء). Dan firman Allah كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ maksudnya adalah, perkataan kalian “Kami mengerjakan” dan kalian tidak mengerjakan adalah termasuk dari apa-apa yang dibenci Allah atas pelakunya dengan kebencian yang sangat, atau Allah sangat murka terhadap hal itu.
Disebutkan Ath-Thabari[8] ada tiga pendapat yang menerangkan tentang sebab-sebab diturunkannya ayat يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ , yaitu:
1.      Yang mengatakan bahwa ayat itu diturunkan sebagai peringatan dari Allah kepada orang-orang beriman yang berharap ingin tau tentang amal-amal yang utama, maka kemudian Allah memberi tahu mereka. Dan ketika mengetahuinya, mereka meremehkannya dan tidak mengerjakannya, sehingga mereka dicela dengan ayat ini.
2.      Yang berpendapat bahwa ayat ini diturunkan sebagai peringatan kepada suatu kaum dari sahabat-sahabat Rasulullah – shalallahu ‘alaihi wasallam – ada salah satu dari mereka yang berbangga-bangga dengan perbuatan-perbuatan baik yang dia tidak mengerjakannya, dia berkata “Aku mengerjakan ini dan itu”. Kemudian Allah menghina mereka atas apa-apa yang mereka banggakan namun tidak mereka kerjakan itu.
3.      Yang berpendapat bahwa ayat ini adalah peringatan kepada orang-orang munafik yang berjanji kepada kaum muslimin dari golongan ansor, kemudia mereka (orang-orang munafik) berdusta.
Menurut Ath-Thabari [9] di antara ketiga pendapat tersebut, pendapat pertama yang paling tepat, yaitu yang mengatakan bahwa ayat itu diturunkan sebagai peringatan kepada orang-orang beriman, karena dalam ayat ini Allah menyebutkan يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
Dari tafsir ayat kedua dan ketiga diatas makan bisa diambil pelajar bahwa, Islam adalah agama yang mencintai dan memerintahkan sesorang untuk berbuat jujur dan membenci kebohongan. Hal ini senada dengan hadits Rasulullah,
Dari Abdullah – radhiyallahu ‘anhu – dari Nabi – shalallahu ‘alaihi wasallam –bersabda “Sesungguhnya kejujuran itu mengarahkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu mengarahkan kepada syurga, dan sesungguhnya seorang laki-laki yang senantiasa jujur sampai menjadi seorang yang jujur (dipercaya) dan sesungguhnya kebohongan itu mengarahkan kepada keburukan, dan sesungguhnya keburukan mengarahkan kepada neraka, dan sesungguhnya seorang laki-laki yang senantiasa berbohong sampai-sampai Allah menetapkannya sebagai seorang pedusta.” (HR Al-Bukhari[10] dan Muslim[11])
Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menepati janji, dan membenci orang yang berkhianat atau menyelisihinya, karena itu hal itu termasuk di antara sifat orang-orang munafik yang disebutkan oleh Rasulullah.
Dari Abu Hurairah – radhiyallahu ‘anhu – dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam – beliau bersabda, “Tanda-tanda orang munafiq ada tiga, jika berbicara berdusta, jika berjanji ingkar, jika diberikan amanah berkhianat.” (HR. Al-Bukhari[12], Muslim[13] dan At-Turmudzi[14])
Selain itu islam juga mengajarkan dan mewajibkan kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, terutama bagi seorang da’i ilallahu, guru, orang tua, Pimpinan, dan sebagainya. Jika sesorang memerintahkan atau menasihati atau mengajarkan orang lain untuk melakukan sebuah amal kebaikan maka hendaknya dia yang lebih dulu mengerjakannya.
Islam melarang seseorang yang berbangga dengan amal yang telah ia kerjakan, atau hitung-hitungan dalam melakukan ibadah. Terlebih mereka yang bangga terhadap sebuah amal kebaikan dan mengatakan “aku mengerjakan ini dan itu” namun ternyata mereka tidak mengerjakannya.
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk dari orang-orang yang senantiasa bertasbih dan ingat kepada-Nya. Dan semoga Allah juga menjadikan kita diantara orang-orang yang jujur, selalu menepati janji dan memiliki kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Ya Allah jadikanlah tulisan ini sebagai salah satu amal pemberat timbanganku (Penulis) kelak di yaumil hisab, dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang ikhlas.
Wallahu a’lam bishowab

Jakarta, 26-10-2013


[1] Fathu Al-Qodir, Juz. 7 Hal, 212 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[2] Aysaaruttafaasir, Juz. 4 Hal. 250 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[3] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.350 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[4] Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Ahzab : 41-42, surah Al-Mu’min : 55 dan Surah Al-Qaff : 39
[5] Al-Qur’an Al-Karim Surah An-Nisa : 14
[6] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.350 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[7] Aysaaruttafaasir, Juz. 4 Hal. 250 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[8] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.350-356 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[9] Jaami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an Ath-Thabari Juz.23 Hal.355-356 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[10] Shahih Bukhari Kitab Bad-i Al-Wahyi No. 6094 Juz. 8 hal. 30 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[11] Shahih Muslim Kitab Qobhi Al-Kadzbi wa husni Ash-Shidqi wa fadhlihi no. 6083 & 6084 Juz. 8 Hal. 29 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[12] Shahih Al-Bukhari kitab Bad-i Al-Wahyi No. 33 Juz. 1 Hal. 15; No. 2682 Juz. 3 Hal. 236; No. 2749 Juz. 4 Hal 5; No. 6095 Juz. 8 Hal. 30
[13] Shahih Muslim Bab. Bayaan Khisool Al-Munaafiq no.220 & 222 Juz. 1 Hal. 56 
[14]  Sunan At-Turmudzi Bab. ‘alaamatu Al-Munafiq No. 2361 Juz. 5 Hal. 19

0 komentar:

Posting Komentar