About

Kamis, 17 Oktober 2013

Menyingkap Tabir


Umar terlihat gusar, dan berkali-kali ia terjaga dari tidurnya. Ia melihat kalender yang tertempel di sebelah meja belajarnya. Keningnya tak henti-hentinya berkerut menunjukkan bahwa ada sesuatu yang mengganjal di fikirannya. Bagaimana tidak, saat ini ia sedang mengalami dilema yang sangat berat. Dilema antara harus tegas mempertahankan akidahnya atau menaati keinginan orang tuanya namun rusaklah akidahnya yang selama ini ia jaga.
Tidak pernah ia mengalami situasi yang menurutnya seberat saat ini. Pasalnya dua hari lagi akan ada upacara adat yang rutin dilaksanakan setiap tahun di daerahnya. Ayahnya merupakan tokoh yang cukup terpandang, karena masih ada hubungan kekerabatan dengan keluarga kerajaan yang otomatis sering terlibat dalam  prosesi upacara itu.
Walaupun bukan sebagai tokoh kunci, namun kehadiran ayahnya sangatlah penting. Dan kini, Ayahnya itu sedang sakit keras dikarenakan usianya yang sudah tidak muda lagi. Sehingga besar kemungkinan beliau tidak akan bisa hadir nantinya di upacara itu. Dan untuk menjaga nama baik keluarga serta hubungan dengan keluarga kerajaan maka ayahnya telah menyampaikan kepada sang Raja bahwa Umar, anak bungsunya yang akan menggantikannya. Dan semua itu dilakukan tanpa dibicarakan lebih dulu dengannya.
Umar memang belum mengiyakan permintaan ayahnya. Melihat ayahnya yang terbaring lemah, dan berbicara dengan suara yang parau saat beliau memintanya untuk mewakilinya nanti di acara itu, dia hanya bisa diam. Walaupun sebenarnya begitu banyak argumen yang bisa dijadikan alasan kuat untuknya saat itu. Ia sangat faham dengan karakter ayahnya yang keras. Masih sangat jelas diingatannya, dulu saat abangnya seorang ustadz muda yang menolak  tidak ikut menemani ayahnya dalam acara itu karena memandang bahwa upacara adat  itu mengandung unsur syirik. Dan saat itu dia masih sangat kecil karena usianya dan abangnya terpaut sangat jauh, dua belas tahun. Dan hal itu kini terulang kembali dan menimpa dirinya namun dalam kondisi yang berbeda. Tentu saja, karena dulu itu terjadi saat ayahnya masih bugar, namun sekarang kondisinya cukup membuatnya galau-segalaunya.
Ia sangat khawatir kata-kata yang sama akan  terlontar kembali dari mulut ayahnya, kepada abangnya. “keluar!!! Jangan penah kau injakkan agi’ kaki kau dirumah  ini. Bapak dah cukop malu ngan Raje karne sikap kau.” Kata-kata itu teringat jelas diotaknya saat ayahnya marah sejadi-jadinya kepada abangnya tanpa memberikan kesempatan untuk membela diri. Dan sampai saat ini, ayahnya belum mau untuk bertemu dengan abangnya itu. Walaupun berkali-kali terlebih saat idul fitri abangnya selalu datang bersama istri dan anaknya. Namun ayahnya tetap tak ingin menemuinya.
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu, dan Kami uji perihal kamu.” [1]
Umar terlihat begitu khusyuk dalam sholatnya. Tidak pernah selama ini sholatnya begitu panjang seperti saat ini. Wajahnya basah oleh air matanya. Ia mengakhiri sholatnyadan berdo’a cukup panjang, lebih panjang dari biasanya dan air matanya pun semakin membasahi wajah dan pakaiannya. “Ya muqollibal quluub, tsabbit qolbi ‘ala diinik! Ya mushorrifal quluub, shorrif qolbi ilaa tho’atik wa tho’athi rosulik.”
Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Jika salah satu kalian sudah mengerjakan sholat hendaknya ia memuji dan menyanjung Allah kemudian bershalawat untuk Nabi kemudian hendaknya dia memanjatkan do’a sebagaimana yang dia kehendaki.”[2]
******
Tok tok tok... “Assalaamu’alaikum.. “ Umar mengetok pintuk kamar ayahnya seraya mengucapkan salam.
“Wa’alaikumussalaam, masoklah nak.. “ terdengar jawaban dari ayahnya dengan  suara yang berat dan parau.
Umar masuk ke kamar ayahnya, dan menutup pintu perlahan-lahan. Sesaat ia memandang ayahnya yang terbaring lemah dari wajah sampai ke kaki. Hatinya pilu memandang kondisi ayahnya itu. Ia mencoba tersenyum untuk menutupi kesedihannya. Ia tidak ingin kesedihannya justru menambah beban ayahnya dan memperparah sakitnya. Ia menyalami ibunya yang kebetulan sedan duduk menemai ayahnya, kemudian ia duduk di kasur di sebelah ayahnya. Dipegangnya tangan ayahnya dengan khidmat.
“Gimane pak? Dah baek ke? Maseh sesak ke nafasnye?” tanyanya.
“Hmm alhamdulillah mar, tapi masehlah siket-siket sesak nafas ni.” Jawab ayahnya.
“Alhamdulillah.. “ sahutnya.
“Pak, Umar maok ngomong sikit ngan bapak boleh ke?” tanyanya pada ayahnya hati-hati.
“Omongkanlah mar, memange masalah ape yang nak kau omongkan ni?” ayahnya balik bertanya.
Umar mencoba memperbaiki posisi duduknya, kemudian menarik nafas yang dalam mencoba menenangkan dirinya.
“Pak, umar ni menurot bapak macam mane?” ia meminta pendapat ayahnya.
“Nak, kau tu anak yang baek. Pintar, tegas, rajin, sholeh dah tu patuh dengan orang tue.”  Jawab ayahnya sambil sekali-sekali batuk dikarenakan nafasnya terasa sesak. Umar mendengarkan dengan baik jawab ayahnya sambil mengelus dada ayahnya mencoba membantu meringankan beban ayahnya.
“Trus, kau pun tak pernah buat malu dan nyusahkan orang tue.Bapak bangga same kau nak. Tak salah bapak kasi’ kau name Umar, supaye kau bise macam sahabat Nabi, Umar bin Khattab.” Sambung ayahnya seraya tersenyum.
“Pak,..” Umar kembali beringsut mengganti posisi duduknya lebih dekat ke ayahnya.
“Umar ingat betol, dulu waktu umar maseh kecil bapak suke nyuroh umar untuk belajar ngaji di masjid lepas magrib. Bapak juga’ yang dulu sering nasihate’ umar biar umar ni jadi anak yang sholeh, taat dengan agama sampai sekarang umar bise jadi ustadz disini.” Ujarnya.
*****
Pagi itu umar memang berencana untuk mencoba berdiskusi dengan ayahnya seputar masalah yang membuatnya gusar. Masalah ia harus menggantikan ayahnya dalam kegiatan upacara adat daerahnya itu. Dia ingin mencoba menjelaskan kepada ayahnya, dengan cara yang lebih baik. Karena ia berharap dengan cara itu ayahnya bisa faham kenapa ia dan abangnya menolak untuk menggantikan ayahnya sekaligus memahamkan juga bahwasanya acara-acara adat yang bertentangan dengan syari’at hendaklah tidak diteruskan atau diikuti. Ia ingin menjelaskan perkataan Rasulullah bahwa “Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya”[3]. Sebagai seorang ustadz, dia faham benar bahwa dakwah dilingkungan keluarga terkadang lebih berat dibandingkan dakwah kepada masyarakat. Dia hanya ingin bersikap tegas pada ayahnya, namun tidak ingin bersikap keras karena ia tidak berharap niat baiknya itu justru menimbulkan mafsadat yang lebih besar yang merugikan dakwah.
“Pak, bapak menyekolahkan Umar ke sekolah agama, pasti karne bapak maok umar ni bise menjage dire’ umar dan keluarge dari api nerake seperti yang Allah perintahkan."
“Wahai Orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,...”[4]
Umar melanjutkan kata-katanya. Sementara ayahnya hanya manggut-manggut mengiyakan. Ia masih belum bisa menangkap kemana arah pembicaraan anaknya itu.
“ Pak, sebagai seorang da’i umar merase sangat bersalah kalau umar bise menasehati dan memelihare orang lain dari api nerake sementare untuk keluarge umar sorang, atau untuk orang-orang yang umar cintai umar tak bise ngejage dan ngenasehati’nye. Padahal udah jelas peringatan Allah yang umar bacekan tadi. Karne itulah pagi ni umar cobe ngelaksanekan itu, dan umar mohon same bapak untuk kali ini aja dengarkan kate-kate umar dan jangan bapak potong dulu. Bise kan pak?” tanyanya pada ayahnya, mencoba membuat kesepakatan sebelum ia melanjutkan pembicaraannya lebih jauh.
“Teruskanlah mar, insyaa Allah bapak dengarkan.” Jawab ayahnya masih dengan suara parau disertai batuk yang membuat merah mukanya saat menahan sakit.
Mendengar jawaban ayahnya yang menyetujui untuk mendengarkan apa-apa yang akan disampaikannya dan tidak menyanggah pembicaraannya membuatnya tenang. Ia pun tersenyum kepada ayahnya.
“Pak, kite sebagai seorang muslim tentunya dalam setiap ape-ape yang kite kerjekan baek itu ibadah maghdhoh atau ghoiru maghdoh, mulai dari bangun tidur sampai kite tidur, mulai dari urusan pribadi sampai urusan negare tentunye haruslah sesuai dengan ape-ape yang udah ditetapkan Allah lewat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Allah pun udah mengingatkan kite masalah ini.”
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”[5]
Ayahnya manggut-manggut mengiyakan perkataannya.
“Artinye pak, Islam tu haruslah kite jadikan pijakkan dalam hidup kite. Islam bukan cume sholat di masjid, ceramah, ngaji. Tapi islam itu menyeluruh, semua hal itu ade aturannye dalam islam. Dan Allah udah menyempurnakan agama islam ini. Dan boleh kite kurangkan atau ditambahkan.”
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatku dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agama bagimu.”[6]
“Pak, yang maok Umar omongkan ngan bapak sekarang adalah tentang permintaan bapak ke Umar untuk gantikan bapak dalam Acare Robo’-robo’[7] tu.” Umar mulai mengarahkan pembicaraan ke inti permasalahan.
“Emangnye, ape hubungannye yang nak kau omongkan tadi’ dengan acara robo’-robo’?” tanya ayahnya heran. Ia mulai berfikir macam-macam.
“Ape kau ni na’ macam abang au tu ke? Yang tak mau ikot acare tu? Kau na’ ikot buat bapak ni malu depan raje juga’ ke?” ayahnya mulai terlihat emosi, dan terbatuk-batuk akibat emosinya itu.
Umar mencoba menghela nafasnya sejenak, mencoba menenangkan dirinya. Diambilnya segelas air dimeja dekat tempat tidurnya, dan disodorkannya gelas itu kepada ayahnya. Setelah ayahnya meminum, gelas itu diambilnya dan diletakkan kembali.
“Pak, dengarkanlah dulu penjelasan umar sampai selesai, kan bapak dah janji.” Kata umar pada ayahnya lembut, mencoba menjaga emosi ayahnya.
“Iye pak, dengarlah dulu ape yang umar omongkan tu sampai selesai, jangan langsung marah-marah je.” Ibunya yag dari tadi hanya diam mendengarkan ikut menimpali dan mencoba menenangkan emosi suaminya.
“Hmm, teroskanlah omongan kau tu, bapak dengarkan.” Jawab ayahnya. Ia merasa kalah suara saat itu karena istrinya ikut mendukung anaknya. Umar sendiri bersyukur dalam hatinya karena Allah telah membantunya melalui ibunya.
“Gine’ pak, sebagai anak umar memang udah seharosnye turut dan taat same orang tue. Dan agama kite pon memang mengajarkan itu.” Ia pun kemudian kembali menyitir firman Allah.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua,...”[8]
“Tapi pak, bicare ketaatan same orang tue, yang harus kite taate’ tu tentulah hal yang baek-baek je. Ye kan pak? Sementare kalau yang diminta same orang tue itu yang jelek-jelek make dak boleh seorang anak untuk taat. Rasulullah udah ngajarkan kite tentang ini.”
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya ada pada yang ma’ruf (dikenal baik).”[9]
“Emangnye, permintaan bapak itu salah? Kan acare robo’-robo tu udah adat kite, lagi’ pula kan acare robo’ robo’ tu baek tujuannye. Kite disana bedo’e supaye Allah menjaohkan balak dari kite semue. Tros kite disana pun ade  makan saprah[10] same-same. Lalu dimane masalahnye yang kau maksodkan tu?” Sanggah ayahnya mencoba membela diri. Umar tersenyum mendengar jawaban ayahnya.
“Pak, ade beberape timbangan syari’ah yang perlu kite tengok untuk masalah ini. Yang pertame masalah syarat diterimanye suatu amal perbuatan dalam islam. Yang kedua acara yang ade didalam upacare itu sendiri. Kalau dak salah umar, dalam upacare tu ade yang namenye tradisi buang-buang kan pak? Buang-buang sesaji yang isinye beras kuning, bertih same setanggi. Yang tujuan itu setau umar untuk penghormatan kite terhadap sungai same laut dan beharap supaye mereke bise ngedatangkan manfaat yang besar untuk kehidupan kite, dan supaye kehidupan kite bise salaras. Betul dak pak?” Tanya umar meminta koreksi atas pernyataan dirinya. Ayahnya hanya menganggukkan, tanda ia membenarkan pernyataan umar.
*****
“hmmm, cobe kau jelaskan ke bapak satu-satu timbangan islam untuk masalah ini.” Pinta ayahnya yang mulai penasaran karena belum pernah seumur hidupnya ia membahas masalah ini.
“Baeklah, umar cobe jelaskan yang pertame dolok. Tentang syarat diterimanye sebual amal perbuatan dalam islam.  Dalam  islam syarat maqbul (diterima) sebuah amal dak hanye ngeliat baik atau dak amal perbuatan itu, tapi juga harus niat dan carenye benar sesuai syari’at. Ade landasannye dalam Al-Qur’an dan Sunnah (hadits).”
“Barang siapa yang mendatangkan hal baru dalam urusan agama yang tidak termasuk bagian darinya (tidak ada dasar hukumnya maka tertolak.”[11] Atau di riwayat lain “ Barang siapa melakukan amalan, tanpa didasari perintah kami, maka tertolak.”[12]
Imam malik Rahimahullah mengatakan bahwa “barang siapa yang mengadakan hal yang baru dalam islam (dalam hal ibadah yang tidak ada dasarnya), dan ia memandang baik hal itu maka ia telah menuduh bahwa Rasulullah telah mengkhianati Risalah Islam yang telah Allah sempurnakan. Karena Allah telah berfirman “Hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku atasmu dan Aku Ridho islam sebagai agamamu.”[13]
“Nah, kite sebagai seorang muslim yang mengaku cinte kepade Allah dan Nabi udah semestinye untuk taat dan patuh dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.”
Katakanlah wahai Muhammad,’Jika kalian semua mencintai Allah maka ikutilah aku, tentu Allah akan mencintai kalian.’.[14]
“berdo’e minta kepade Allah untuk dijauhkan bala’ memang dianjurkan. Tapi yang jadi masalah disini’ adalah carenye tadi’. Bukan dengan buat care baru, dengan upacare-upacare yang dak ade dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Sampai nyusahkan diri harus naik ke perahu ke laut. Padahal Allah dak maok ngasi kesulitan untuk hambe-Nye justru kemudahan, tapi bukan untuk dimudah-mudahkan. Sampai disine’ kire-kire ade dak yang bapak kurang jelas yang mau di tanyakan?” pungkas umar menyudahi penjelasan awalnya tentang syarat diterimanya amal dengan pertanyaan kepada ayahnya.
“Ngerti, insyaa Allah. Lalu, masalah yang kedua tu macam  mane pula’?” tanya ayahnya yang semakin penasaran.
 “Untuk masalah kedua, tentang acare buang-buang yang ade dalam upacare robo’-robo’ itu temasok syirik yang pelakunye diancam oleh Allah.” Jelas umar melanjutkan penjelasannya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (Syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) bagi siapa yang Dia kehendaki.”[15]
“Bahkan yang lebih mengerikan Allah mengharamkan surga untuk pelaku syirik dan menjadikan neraka sebagai balasannya.” Tambah umar tentang balasan bagi pelaku syirik.
“Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka Allah mengharamkan syurga baginya dan tempatnya ialah neraka.”[16]
“Nah sekarang timbul pertanyaan, kenape die termasuk syirik? Sesuai dengan penjelasan Imam Adz-Dzahabi bahwa syirik adalah engkau menjadikan adanya sekutu bagi Allah padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu. Engkau beribadah kepada-Nya dan juga beribadah kepada selain-Nya, seperti beribadah (menyembah) kepada batu, manusia, matahari, bulan, nabi, syaikh, jin, bintang, malaikat, dan sebagainya.[17] Dari pengertian tadi make, acare buang-buang dalam upacare robo’robo’ tu jatuh ke dosa syirik. Karne acare buang-buang tu kite udah membuat sungai dan laut sebagai tandingan, dan menganggapnye mampu mendatangkan manfaat dan mudhorat bagi kite atas kehendak sungai atau laut itu. Tros masyarakat juga percaya kalau dak kite kerjekan acare buang-buang itu maka timbul bencana bagi kite. Padahal Allah udah memberikan jaminan ke kite hambanye bahwa dak akan ade susuatu yang akan menimpa manusia tanpa seizinnya. Jadi walaupun kite udah ngelakukan acare buang-buang tu, tapi Allah berkehendak menimpakan ke kite musibah, make kite tetap dak akan bise menolak dan menghindarinye.”
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri.”[18]
“Setiap bencana yang terjadi di bumi dan menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhil Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.”[19]
“Nah kalau Allah udah menjamin dak akan ade yang menimpa kite tanpa izin-Nye maka cukuplah bagi kite beribadah kepada Allah dan meminta pertolongan hanya kepada Allah.”
“Tapi, kan acare ini udah dikerjekan turun temurun oleh nenek datok kite, dan udah jadi adat istiadat kite. Trus macam mane penilaian orang ke kite nanti kalau kite dak ikut dalam upacare tu?” sanggah ayahnya.
“Pak, alasan ini juga yang sering dulu disampaikan oleh orang-orangkafir quraisy waktu Rasulullah menyampaikan dakwah, dan merintahkan mereka untuk meniggalkan agama nenek moyang mereka, bukan hanye itu tapi adat istiadat nenek moyang mereke yang bertentangan dengan islam make harus ditinggalkan. Tapi ape yang terjadi? Mereka kafir quraisy lebih memilih agama dan adat istiadat nenek moyang mereka yang bertentangan dengan islam, walaupun mereka sebenarnye tau kalau islam yang dibawa Rasulullah itu lebih baik dibandingkan apa yang mereke kerjekan.
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup di negeri mewah itu berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak mereka.’ (Rasul itu) berkata,’Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?’ Mereka menjawab,’Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.’”[20]
“Cukuplah ape-ape yang terjadi pade orang-oang terdahulu yang menolak untuk mentauhidkan Allah itu jadi pelajaran bagi kite. Jangan sampai kite ikut-ikutan sebuah tradisi yang itu jelas-jelas bertentangan dengan syari’at islam. Dan gare-gare itu membuat kite jadi lebih memilih meninggalkan kebenaran dan cahaya yang datang dari Allah. Padahal udah jelas arahan Rasulullah kepade kite untuk menjadikan Islam sebagai jalan hidup kite, dan dak ade sesuatu ape pun yang bise mengalahkan kemuliaan dan ketinggian islam.
Rasulullah bersabda,”Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.”[21]
“Hadits diatas jelas menunjukkan bahwa ape-ape yang ade pada adat istiadat yang bertentangan dengan islam harus kite tinggalkan. Adapun menyikapi pandangan masyarakat yang akan timbul, pertame yang harus kite lakukan adalah meluruskan agik niat kite semata-mata karena Allah bukan mengharapkan pujian dari manusia. Karnenye, hampir disemua kitab-kita ulama, kitab-kitab hadits permasalahan niat diletakkan diawal pembahasannye. Teros yang kedua, kita harus bersabar dalam melaksanakan perintah Allah, karne pasti akan ade jak orang-orang yang dak suke dengan pilihan kite ni. Tah berupe hinaan, jadi buah bibirlah, apelah. Bersabar, sambil kite tetap menasehate’ mereke. Yang penting kite tetap berade dijalan yang benar dengan orang-orang yang selalu ingat kepade Allah. Dan jangan sampai pula’ kite ninggalkan kebenaran hanye gare-gare kite lebih mengejar pujian, kedudukan dan kehormatan dari manusie yang sementare.
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) megharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta mengikuti hawa nafsunya dan adalah keadaan itu melewati batas. Dan katakanlah,’Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.’”[22]
“Maksudnye adelah kite harus berusaha tetap sabar untuk berade besame dengan orang-orang yang mencari kebenaran dan keimanan, dan hanya semata mengharap ridha Allah. Wallahu a’lam. Makenye pak, umar tu nolak untuk gantikan bapak dalam upacare tu, bukan karena Umar mau membangkang dengan orang tue. Tapi umar, takut dapat murka Allah. Dan Umar sekali agi’ mohon maaf pak, kalo umar dak bise gantika bapak. Dan umar pun mohon same bapak untuk lebih bise menerima kebenaran, dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama nenek datok kite yang betentangan dengan islam. Karne umar dak mau, ade salah satu dari anggota keluarge kite yang tertahan dak bise masuk surgenye Allah. Makenye umar hari ini cobe jelaskan ke bapak.” Umar mengakhiri penjelasannya. Tanpa terasa air matanya mengalir membasahi pipinya. Ayahnya pun ternyata, sedari tadi menangis ketika mendengarkan penjelasan anaknya itu.
“Bapak yang salah nak, bapak yang tue ni dan kurang berilmu ni tak pernah ngasi kesempatan anak-anak bapak untuk mengingatkan bapak. Bapak terlalu keras kepala. Gare-gare kobodohan bapak juga’ hubungan bapak dengan abang kau jadi rusak. Padahal apa yang kau dan abangmu dulu kerjekan tu betol tapi karne kobodohan dan kesombongan bapak, ...” ia tak mampu meneruskan perkataannya, tertahan oleh tangisnya yang semakin menjadi. Ia mulai menyadari kesalahannya, terutama kepada anak pertamanya dulu yang membuat hubungan mereka renggang.
“Mar, tolong teleponkan abangmu sekarang ye, bapak maok ngomong dengan die, bapak maok minta maaf.”
“Iye pak.”
Umar segera mengeluarkan hp dari saku celananya, dan menghubungi nomor hp abangnya.
“Assalaamu ‘alaikum..” Jawaban orang di ujung telepon.
“Wa ‘alaikumussalaam Warahmatullah.. bang Rahmat, ape kabar bang? Sehat?”
“Alhamdulillah Mar, abang dan keluarge abang sehat. Adek cam mane ga’ kabarye? Oh iye bapak macam mene, maseh sakit ke? Ade ape ni pagi-pagi dah nelepon abang, ade kabar baek ke? Ooh.. jangan-jangan kau nak ngabarkan abang kalau kau dah nak nikah ke?”
“alhamdulillah, sehat bang. Satu-satulah bang nanya’nye, macam mane pulak saye nak jawab kalao macam tu” candanya pada abangnya sambil tersenyum.
“Hmmm, saye nelpon abang ni memang nak ngasi’ kabar gembire..” belum sempat Umar menyelesaikan kalimatnya abangnya langsung memotong.
“Alhamdulillah..... akhirnye.. adekku nak nikah ga’. Dengan orang mane?” tanyanya senang,
“E... abang ni, dengarlah lok, saye ni memang nak ngasi kabar gembire buat abg, tapi bukan hal saye nak nikah, masih lame lah tu...”
“Ha.. lalu kabar ape pula’?
“hmm.. adelah, tapi bukan saye langsung yang nak ngabarkannye. Biar abang ngomong langsung je same orangnye..” jawabnya sambil menyerahkan hp kepada ayahnya.
“Assalaamu’alaikum nak,..” dengan suara yang parau.
Rahmat kaget, mendengar suara orang yang berbicara dengannya sekarang. Ia mengenal suara itu, dan sudah cukup lama ia tidak berbicara dengannya.
“Wa’alaikumussalaam.. pak, gimane kabarnye ?” dengan suara agak tertahan.
“Maafkan bapak ya mat, bapak yang salah. Ini semue gare-gare bapak. Maafkan bapak ye, nak.. bapak udah buat kesalahan yang besar, padahal niatmu benar waktu itu, tapi bapak dak pernah ngasi’ kau kesempatan jelaskan ke bapak waktu itu. Maafkan bapak ye nak.” Ia berbicara sambil terisak-isak, air matanya mengalir tak tertahankan. Rahmat yang mendengar perkataan ayahnya itu pun tiba-tiba menangis haru, bahagia karena ayahnya telah mau bicara padanya.
“Pak, rahmat yang salah pak. Rahmat yang harusnya minta maaf, bukan bapak. Karne rahmat waktu itu dak sabar dan malah ikut emosi. Maafkan rahmat ya pak.. Pak, boleh kalo besok pagi Rahmat same istri dan anak-anak maen ke rumah bapak ?”
“Datanglah nak, kapanpun kau mau. Pintu tumah ini selalu terbuka untuk mu nak. Bawalah juga istri dan anak-anakmu, bapak maok ketemu same mereke semue. Bapak tunggu ye..”
 Suasan menjadi haru, Umar dan ibunya yang ada dikamar saat itu pun tak mampu menahan luapan perasaan mereka. Namun mereka berdua menangis, bukan karena sedih. Mereka berdua menangis karena merasa bahagia, keluarga mereka yang dulu sempat renggang semenjak perselisihan ayahnya dan rahmat. Kini Allah telah menyatukan mereka kembali. Terlebih bagi Umar, ia tidak meyangka sama sekali bahwa ternyata niatnya menolak dan menasehati ayahnya ternyata berbuah sesuatu yang sangat indah, lebih indah dari harapannya. Allah telah menyatukan kembali keluarga mereka yang sempat terpecah.
*****
            Pagi yang begitu cerah, disertai semilir angin yang berhembus lembut membelai dedaunan. Terlihat taman belakang rumah terlihat pak Hamzah se dang asyik bercengkrama beserta istri, kedua anaknya Rahmat dan Umar serta Aisyah istri rahmat dan juga kedua cucunya. Begitu hangat.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar; Niscaya Allah akan memperbaiki amal perbuatan kalian, lalu mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia mendapat kemenangan yang Besar.”[23]
** Selesai **

Jayakarta, 19 Muharram 1434 H / 3 Desember 2012
Rohsyiandi Santika Ibnu Rojak Rohendi As-Singkawangy


[1] Al-Qur’an surah Muhammad : 31
[2] HR. Tirmidzi beliau mengatakan hadits ini shahih (Majalah al-Furqan 119 edisi ke 5 tahun ke 11, Dzulhijjah 1432 H, Nov-Des 2011 hal. 33)
[3] HR.Baihaqi, dinilai shahih  oleh Syaikh Al-Bani
[4] QS. At-Tahrim : 6
[5] QS.Al-Hasyr : 7
[6] QS.Al-Ma’idah :3
[7] Upaca Robo-robo merupakan acara yang rutin diadakan oleh masyarakat mempawah. Upacara ini dihelat pada hari rabu terakhir di bulan safar. Nama Robo-robo karena acara ini dilaksanakan pada hari rabu. (http:/www.kerajaannusantara.com/id/kerajaan-mempawah/upacara)
[8] QS.Al-Isra’ : 23
[9] HR.Bukhari no.7257,Muslim no.1840, Abu Daud no.2625, An-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra no.7828,8721, Ahmad no.724, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra no.16386 (http:abuhudzaifi.multiply.com/journal/item/266)
[10] Makan Saprah : Tradisi makan bersama dimana dimakanan disediakan diatas sebuah baki/talam besar yang berisi nasi, sayur dan lauk. Setiap nampan biasa untuk 4-5 orang.
[11] HR Bukhari & Muslim
[12] HR. Muslim
[13] Fatawa al-Azhar, 10/177, Mawqi’ Wizarah Al-Awqaf Al-Mishriyyah.
[14] QS.Ali Imran :31
[15] QS.An-Nisaa :48
[16] QS.Al-Maidah : 72
[17] Al-Kabaair hal.19 cetakan ke:3 Darus Sunnah
[18] QS.Al-An’am : 17
[19] QS. Al-Hadid : 22
[20] QS.Az-Zukhruf : 23-24
[21] HR. Baihaqi dinilai shahih oleh Syaikh Albani
[22] QS.Al-Kahfi ; 28-29
[23] QS. Al-Ahzab : 70-71

5 komentar:

  1. inspiring! apakah based on true story? :D

    saat baca cerita di atas, İ feel like watching laskar pelangi, membayangkan logat melayunye yang kental diucapkan oleh pemain film hehe. still comprehensible untuk pembaca yang bukan orang melayu :)

    semoga di dunia nyata makin banyak anak muda kayak umar yang tak sekedar punya ilmu agama sbg pegangannya dlm berargumen, tp juga punya kemampuan komunikasi yg baik sehingga orang tua bersedia menjalankan saran2nya.

    a nice step to start the writing habit, andi!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe.. jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat itu adalah rekayasanya Allah semata...
      cerpen ini yang ana bilang sebenarnya mau diikutkan lomba yang diadekan komunitas menulis dikalbar, tapi telat n gak pede..

      Hapus
    2. Assalamualaikum wr wb, akhi tulisan dan ceritanya bagus, coba dikembangkan lagi dibuat novel, untuk publish dan promotor insya Allah sy ad kenalan dr solo yg mengembangkan dan menerbitkan cerita islami.

      Hapus
  2. Keren, akh.
    Gsys tutur dan dialog nya punya kekuatan yang unik.

    BalasHapus
  3. Ma syaa Allah.
    Sgt menginspirasi.
    Salam kenal dri saudaramu d Sambas.

    BalasHapus