Sudah hampir satu jam Andi duduk mematung memandangi layar notebooknya, dengan jari-jari tangannya yang menempel di keyboard. Tapi tak satupun huruf yang berhasil diketiknya. Sejak pertama dia membuka lembar kerja kurang lebih satu jam yang lalu, halaman yang dibukannya masih saja menunjukkan page dua. Ia terlihat sangat galau. Sesekali ia memejamkan matanya dan menahannya beberapa saat, mencoba memfokuskan dirinya. Tapi sayangnya usahanya itu terlihat selalu gagal.
Sayup-sayup terdengar suara komentator dan hiruk pikuk
penonton dari televisi yang ada di lantai bawah, tempat dimana saat ini bapak
kost dan keluarganya tengah seru menonton pertandingan. Tak jarang pula
terdengar riuh teriakan para tetangga yang juga tengah menikmati pertandingan.
Suara-suara itu semakin terasa mengusik dirinya. Bukan karena terganggu oleh
bisingnya. Tapi karena hasratnya yang ingin menonton pertandingan tersebut.
Namun, sayang saat itu entah kenapa, kakinya terasa berat untuk melangkah
keluar dari kamar kostnya. Entah itu pergi ke warung kopi, atau sekedar turun
ke lantai bawah dan ikut nimbrung nonton bareng pak de dan keluarganya. Ia tak
kujung beranjak dari kamarnya itu.
Wajahnya semakin tampak galau, tak tentu arah.
Bathinnya seolah tersiksa saat itu. Bagaimana tidak, padahal sore tadi ia sudah
berencana untuk menonton pertandingan itu malam ini. Tapi ketika malam tiba, ia
teringat akan komitmen pribadinya untuk bisa membuat minimal dua tulisan dalam
seminggu. Dan untuk pekan ini,ia baru bisa merampungkan satu tulisan, sementara
yang satu lagi pengerjaannya baru 40%. Dan semenjak ia menghidupkan notebooknya
sampai sekarang, tulisan keduanya tak kunjung selesai. Jangankan selesai,
bertambah saja tidak.
Gagal membangun konsentrasinya, dengan memejamkan mata
andi pun menarik napas panjang dan melepaskannya sambil seraya menghempaskan
tubuhnya ke atas kasur yang ada dibelakangnya.
Ia melihat hp yang ada disebelahnya, kemudian mengambilnya.
Ia pun lantas membuka facebook melalui hpnya, mencoba
menetralisir kegelisahannya. Namun apa daya, dihalaman beranda facebooknya
semua status teman-temannya bercerita tentang pertandingan yang tidak bisa ia
saksikan itu. Kegalauannya pun bertambah. Ia mencoba menguranginya dengan
membuat status difacebook tentang keadaannya itu, sedang galau antara nonton
bola atau menyelesaikan tulisan yang sudah menjadi komitmennya itu. Tapi
sepertinya hal itu tidak juga berhasil mengusir kegalaunnya itu.
Setelah gagal mengusir kegalauannya dengan membuat
status facebook, ia mencoba membuka akun Whatsappnya. Dipilihnya dari riwayat
percakapannya, grup Rantau 1 Halaqoh. Ia mencoba bertanya dengan
saudara-saudaranya di grup itu, apa yang sedang mereka lakukan. Dengan harapan
ada jawaban lain selain sedang nonton bola. Namun sayang, jawaban yang ada
tidak sesuai harapan. Sambil basa-basi ia mengakhiri percakapannya di Whatsapp
dengan bertanya skor terakhir, kemudian mematikan hpnya. Lagi-lagi ia gagal
menetralisir kegalauannya.
Setelah berkali-kali gagal, ia pun mecoba keluar kamar
dan berdiri di teras. Mencoba mencari udara segar, sambil memandangi gelapnya
langit malam itu seperti akan turun hujan. Dalam diamnya itu ia berfikir keras
bagaimana caranya menghentikan kegalaunnya itu, dan bisa melaksankan
komitmennya untuk bisa menyelesaikan target tulisannya.
Tak lama kemudian, senyum sumringah mulai terlihat
dari wajahnya. Andi kembali kekamarnya. Namun kali ini ia tidak langsung duduk
menghadap notebooknya, melainkan langsung mengambil gelas dan menyeduh
secangkir hangat kopi hitam. Diletakkannya cangkir berisi kopi hangat yang baru
diseduhnya itu, di sambing meja kecil dimana notebooknya sedang menyala.
Kemudian, dia berjalan menuju lemarinya. Dibukanya pintu lemarinya yang sebelah
kanan, dan berjongkok mengambil sesuatu, sebungkus cemilan. Oleh-oleh yang
dibelinya di panumbangan saat menjenguk adiknya pekan lalu.
Dengan sebungkus cemilan manis ditangannya, ia
berjalan menuju ke arah meja dan kembali duduk menghadap notebooknya sambil
membuka bungkusan dan meletakknya. Diseruputnya kopi hitam hangat buatannya
tadi. Setelah itu, ia kembali meletakkan tangannya di atas keyboard
notebooknya, dan kemudian mengarahkan kursor ke arah ikon New. Dibukanya
lembaran kerja baru, dan mulai mengetik sebuah judul baru “Kegalauan di malam
hari.”
Jari-jari
tangannya mulai menari-nari kembali diatas keyboard dengan lancar. Sesekali di
ambilnya sepotong cemilan, dan memakannya kemudian menyeruput kopinya. Suara
komentator dan riuh penonton masih sayup-sayup terdengar diiringi teriakan dari
bapak kost dan keluarganya dilantai satu. Teriakan-teriakan heboh dari
tetangganya juga masi terdengar. Tapi kali ini semua itu tidak lagi berpengaruh
terhadap konsentarasinya. Andi masih saja menggerakkan ujung-ujung jarinya di
atas keyboard, mengetik huruf demi huruf. Dan tidak sampai 15 menit tulisannya
pun selesai. Dan akhirnya target 2
tulisan dalam satu pekan pun tercapai, justru lebih bukan 2, tapi 2 setengah.
Disavenya tulisanya, kemudian dicopynya dua tulisannya
yang sudah rampung tadi dari notebook ke flashdisk, setelah itu di ejectnya.
Setelah mematikan notebooknya, ia pun berganti pakaian, dan pergi kewarnet
sambil tidak lupa mengunci kamarnya. Kali ini ia harus memposting tulisannya ke
blog pribadinya diwarnet karena paket intenetnya habis.
Malam itu, ia pun bisa tidur dengan nyenyak karena ia
berhasil memenuhi komitmen yang dibuatnya atas dirinya sendiri untuk bisa
membuat minimal dua tulisan dalam satu pekan. Karena ia ingin melatih
kemampuannya menulis. Bagi andi, memenuhi komitmen yang telah dibuat atas diri
sendiri sangat penting. Karena menurutnya, bagaiamana mungkin seseorang akan
bisa membuat komitmen dengan orang lain dan memenuhinya, jika ia saja tidak
bisa memenuhi komitmen atas dirinya dan bersikap terlalu lunak.
By. Ibnurrojak As-Singkawangy
0 komentar:
Posting Komentar