About

Sabtu, 12 Oktober 2013

Kegalauan di malam hari


Sudah hampir satu jam Andi duduk mematung memandangi layar notebooknya, dengan jari-jari tangannya yang menempel di keyboard. Tapi tak satupun huruf yang berhasil diketiknya. Sejak pertama dia membuka lembar kerja kurang lebih satu jam yang lalu, halaman yang dibukannya masih saja menunjukkan page dua. Ia terlihat sangat galau. Sesekali ia memejamkan matanya dan menahannya beberapa saat, mencoba memfokuskan dirinya. Tapi sayangnya usahanya itu terlihat selalu gagal.
Sayup-sayup terdengar suara komentator dan hiruk pikuk penonton dari televisi yang ada di lantai bawah, tempat dimana saat ini bapak kost dan keluarganya tengah seru menonton pertandingan. Tak jarang pula terdengar riuh teriakan para tetangga yang juga tengah menikmati pertandingan. Suara-suara itu semakin terasa mengusik dirinya. Bukan karena terganggu oleh bisingnya. Tapi karena hasratnya yang ingin menonton pertandingan tersebut. Namun, sayang saat itu entah kenapa, kakinya terasa berat untuk melangkah keluar dari kamar kostnya. Entah itu pergi ke warung kopi, atau sekedar turun ke lantai bawah dan ikut nimbrung nonton bareng pak de dan keluarganya. Ia tak kujung beranjak dari kamarnya itu.

Wajahnya semakin tampak galau, tak tentu arah. Bathinnya seolah tersiksa saat itu. Bagaimana tidak, padahal sore tadi ia sudah berencana untuk menonton pertandingan itu malam ini. Tapi ketika malam tiba, ia teringat akan komitmen pribadinya untuk bisa membuat minimal dua tulisan dalam seminggu. Dan untuk pekan ini,ia baru bisa merampungkan satu tulisan, sementara yang satu lagi pengerjaannya baru 40%. Dan semenjak ia menghidupkan notebooknya sampai sekarang, tulisan keduanya tak kunjung selesai. Jangankan selesai, bertambah saja tidak.
Gagal membangun konsentrasinya, dengan memejamkan mata andi pun menarik napas panjang dan melepaskannya sambil seraya menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang ada dibelakangnya.  Ia melihat hp yang ada disebelahnya, kemudian mengambilnya.
Ia pun lantas membuka facebook melalui hpnya, mencoba menetralisir kegelisahannya. Namun apa daya, dihalaman beranda facebooknya semua status teman-temannya bercerita tentang pertandingan yang tidak bisa ia saksikan itu. Kegalauannya pun bertambah. Ia mencoba menguranginya dengan membuat status difacebook tentang keadaannya itu, sedang galau antara nonton bola atau menyelesaikan tulisan yang sudah menjadi komitmennya itu. Tapi sepertinya hal itu tidak juga berhasil mengusir kegalaunnya itu.
Setelah gagal mengusir kegalauannya dengan membuat status facebook, ia mencoba membuka akun Whatsappnya. Dipilihnya dari riwayat percakapannya, grup Rantau 1 Halaqoh. Ia mencoba bertanya dengan saudara-saudaranya di grup itu, apa yang sedang mereka lakukan. Dengan harapan ada jawaban lain selain sedang nonton bola. Namun sayang, jawaban yang ada tidak sesuai harapan. Sambil basa-basi ia mengakhiri percakapannya di Whatsapp dengan bertanya skor terakhir, kemudian mematikan hpnya. Lagi-lagi ia gagal menetralisir kegalauannya.
Setelah berkali-kali gagal, ia pun mecoba keluar kamar dan berdiri di teras. Mencoba mencari udara segar, sambil memandangi gelapnya langit malam itu seperti akan turun hujan. Dalam diamnya itu ia berfikir keras bagaimana caranya menghentikan kegalaunnya itu, dan bisa melaksankan komitmennya untuk bisa menyelesaikan target tulisannya.
Tak lama kemudian, senyum sumringah mulai terlihat dari wajahnya. Andi kembali kekamarnya. Namun kali ini ia tidak langsung duduk menghadap notebooknya, melainkan langsung mengambil gelas dan menyeduh secangkir hangat kopi hitam. Diletakkannya cangkir berisi kopi hangat yang baru diseduhnya itu, di sambing meja kecil dimana notebooknya sedang menyala. Kemudian, dia berjalan menuju lemarinya. Dibukanya pintu lemarinya yang sebelah kanan, dan berjongkok mengambil sesuatu, sebungkus cemilan. Oleh-oleh yang dibelinya di panumbangan saat menjenguk adiknya pekan lalu.
Dengan sebungkus cemilan manis ditangannya, ia berjalan menuju ke arah meja dan kembali duduk menghadap notebooknya sambil membuka bungkusan dan meletakknya. Diseruputnya kopi hitam hangat buatannya tadi. Setelah itu, ia kembali meletakkan tangannya di atas keyboard notebooknya, dan kemudian mengarahkan kursor ke arah ikon New. Dibukanya lembaran kerja baru, dan mulai mengetik sebuah judul baru “Kegalauan di malam hari.”
 Jari-jari tangannya mulai menari-nari kembali diatas keyboard dengan lancar. Sesekali di ambilnya sepotong cemilan, dan memakannya kemudian menyeruput kopinya. Suara komentator dan riuh penonton masih sayup-sayup terdengar diiringi teriakan dari bapak kost dan keluarganya dilantai satu. Teriakan-teriakan heboh dari tetangganya juga masi terdengar. Tapi kali ini semua itu tidak lagi berpengaruh terhadap konsentarasinya. Andi masih saja menggerakkan ujung-ujung jarinya di atas keyboard, mengetik huruf demi huruf. Dan tidak sampai 15 menit tulisannya pun selesai. Dan akhirnya  target 2 tulisan dalam satu pekan pun tercapai, justru lebih bukan 2, tapi 2 setengah.
Disavenya tulisanya, kemudian dicopynya dua tulisannya yang sudah rampung tadi dari notebook ke flashdisk, setelah itu di ejectnya. Setelah mematikan notebooknya, ia pun berganti pakaian, dan pergi kewarnet sambil tidak lupa mengunci kamarnya. Kali ini ia harus memposting tulisannya ke blog pribadinya diwarnet karena paket intenetnya habis.
Malam itu, ia pun bisa tidur dengan nyenyak karena ia berhasil memenuhi komitmen yang dibuatnya atas dirinya sendiri untuk bisa membuat minimal dua tulisan dalam satu pekan. Karena ia ingin melatih kemampuannya menulis. Bagi andi, memenuhi komitmen yang telah dibuat atas diri sendiri sangat penting. Karena menurutnya, bagaiamana mungkin seseorang akan bisa membuat komitmen dengan orang lain dan memenuhinya, jika ia saja tidak bisa memenuhi komitmen atas dirinya dan bersikap terlalu lunak.
By. Ibnurrojak As-Singkawangy

0 komentar:

Posting Komentar