About

Rabu, 09 Oktober 2013

Bersabarlah ya Zahra

"Assalaamu'alaikum.." ucap Zahra seraya mengetok pintu rumahnya.
"Wa'alaikumussalaam.." terdengar jawaban dari dalam rumah. Tak lama kemudian terdengar suara kunci pintu dibuka dari dalam, dan terlihatlah sesosok wanita tua dengan yang kira-kira berumur 60an. " Baru pulang Ra? Tumben malam gini?" Tanya ibunya. Zahra tidak langsung menjawab, ia mengambil tangan ibnunya, menyalaminya dan menciumnya dengan penuh khidmat. "Tadi habis ngajar di Bimbel Ara mampir dulu kerumah salah satu murid Ara di sekolah mi. Udah janji sama orang tuanya. Itu lho mi, yang kemarin Ara ceritain siswi yang kesurupan di sekolah hari beberapa hari yang lalu." jawab ara. Ibunya mengangguk mengiyakan. "Ya sudah, motor mu masukin ke dalam dulu, trus mandi. Habis itu baru kamu makan, umi temenin. Umi ada masakin oreg tempe kesukaanmu. Ayo ndo', sana cepet umi siapin air hangatnya." pinta bu Zainab pada anaknya. "iya mi" jawab ara singkat dan segera ia kekamarnya, meletakkan tas yang berisi buku-buku akuntansi bahan ajarnya, kemudian ia keluar dan menuju garasi untuk memasukan motornya.
"Subhanallah… masakan umi emang ga' ada duanya." ujarnya sambil menambahkan oreg tempe ke piringnya. Ibunya tersenyum. "Gimana kondisi muridmu dan komentar orang tuanya yang kamu kunjungi itu ndo'?" tanya ibunya ketika ia selesai makan dan sambil sama-sama membereskan meja makan dan perkakasnya bersama-sama.
Zahra pun mulai bercerita kepada ibunya tentang permasalahan yang terjadi dengan muridnya itu.
Salah seorang siswinya yang cerdas dan aktif dikelasnya.Yang mendadak berubah sikap dan perilakunya yang semula sedikit tomboy, dan ceria menjadi sosok yang lebih feminis namun sangat pendiam sering melamun dan kerap kali tatapan mata anak itu terlihat kosong. Perubahan itu terjadi setelah pingsan dan kesurupan di sekolah kemudian diobati oleh orang yang mengaku sebagai para normal yang di datangkan orang tua siswi itu. Zahra melihat adanya sebuah kejanggalan dari perubahan drastis siswinya itu. Bu Zainab menyimak dengan baik cerita anak bungsunya itu. Dalam hatinya ia mengakui bahwa anaknya yang satu ini memang lebih dewasa dan cerdas dibanding yang lainnya.Ia berusaha menjadi pendengar yang baik bagi anaknya setiap kali Zahra bercerita tentang aktifitasnya dan masalah-masalahnya diluar. Sekali-sekali ia memberikan solusi jika memang ia mampu memberikannya, ataupun semangat kepada anaknya ketika ia tidak terlalu faham dengan dunia dan masalah yang diceritakan anaknya. Namun bagi Zahra, semua itu sudah lebih dari cukup. Setidaknya, ia mendapatkan teman kedua untuk mencurahkan permasalahannya selain kepada Rabbnya. Dan dengan itu pula ia bisa merasakan kekuatan cinta ibunya pada dirinya.
“Abi mana mi ?”Tanya Zahra pada ibunya. “Ada di Kamar,udah tidur habis minum herbalnya tadi.Tadinya pengen nungguin kamu, tapi umi bilang ga’ usah biar umi aja.” Jawab uminya. “kamu mau istirahat atau masih ada yang mau dikerjain lagi?”Ibunya balik bertanya. “masih ada yang mau dikerjain mi, kalo umi ngantuk umi tidur aja duluan.” Jawabnya sambil memegang tangan ibunya lembut. “ya sudah, kamu jangan terlalu malam ya tidurnya. Herbal mu juga jangan lupa diminum, ibu khawatir penyakitmu kambuh lagi. Ibu tinggal tidur dulu ya.” Pesannya pada Zahra seraya mengelus kepala anaknya penuh kasih, kemudian pergi ke kamarnya. Zahra pun menjawabnya dengan anggukan.
********
Dikamarnya, Zahra terlihat khusyuk membaca ayat demi ayat al-Qur’an. Ia selalu menggunakan malam harinya untuk menuntaskan target 1 Juz bacaan harian qur’annya sebelum melanjutkan pekerjaanya. Ia begitu menikmati bacaannya, dengan suara yang cukup merdu namun ia tidak terlalu mengeraskan bacaannya. Ia membaca dengan perlahan dan tartil, ayat demi ayat sambil sesekali ia membaca terjemahannya. Setengah jam lebih ia gunakan waktunya untuk menuntaskan target bacaan qur’annya. Dilihatnya jam weker di atas mejanya yang menunjukkan pukul 21.48WIB. Ingin sebenarnya ia segera mengistirahatkan dirinya untuk melepaskan rasa panat yang menjalar ditubuhnya. Aktifitasnya yang sangat padat membuatnya sering kali jatuh sakit. Namun itulah tuntutannya sebagai seorang anak dan juga sebagai seorang Da’iyah. Satu sisi ia harus tetap bekerja untuk membantu keuangan keluarganya, disisilain juga ia merasa bertanggung jawab untuk aktif berdakwah. Hal inilah yang membuatnya mencoba melawan rasa lelahnya malam itu. Dikeluarkannya setumpuk kertas milik siswanya, dan dikoreksinya jawaban-jawaban yang ada disana dengan teliti. Sesekali ia tersenyum jika mendapatkan jawaban muridnya yang benar, namun terkadang raut wajahnya berubah sedih jika ternyata masih ada yang menjawab soal latihan dengan salah bahkan untuk soal yang sederhana sekalipun. Usai mengoreksi ia pun kemudian membuka buku-buku ajarnya untuk menyiapkan materi ajar esok.
Usai menuntaskan pekerjaan kantornya, ia duduk merenung. Ia coba membuka kembali file-file yang ada dibrankas kepalanya seputar hal-hal yang ia temukan ditempat kerjanya. Hal ini sering ia lakukan semenjak ia masih kuliah dulu dan aktif di beberapa organisasi dan khususnya di lembaga dakwah yang ada dikampusnya. Ia berusaha menganalisa permasalahan-permasalahan itu dengan harapan ia mendapatkan solusinya dan juga hal baru yang menjadi pelajaran baginya.
Zahra bukanlah sosok guru biasa, seperti halnya guru-guru kebanyakan. Nalurinya sebagai seorang “Da’iyah” membuatnya senantiasa peka dengan permasalahan-permasalahan yang muncul disekitarnya. Dan naluri itu pula yang senantiasa membuat dirinya tergerak untuk mengambil peran dalam menyelesaikan permasahan-permasalahan itu. Setidaknya itulah yang ia dapatkan dari Ta’lim-ta’limnya selama ini ia ikuti diluar sana yang kemudian menjadi idialisme yang tertanam kuat dalam dirinya, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar,dan beriman kepada Allah.” (QS.Ali Imran : 110). Atas izin Allah Jalla wa ‘Ala melalui tangannya beberapa orang guru telah bersedia untuk aktif di majelis ta’lim yang ia lakukan itu dengan dakwah fardhiyah.
Setelah beberapa bulan yang lalu ia dihadapkan dengan perilaku siswa yang ada disekolahnya yang banyak bermasalah, yang membuatnya kemudian berusaha membentuk ROHIS di sekolah itu. Usulannya itu telah didukung pula oleh beberapa orang guru senior di sekolah islam swasta itu. Qadarullah, Kepala yayasan dan kepala sekolah tidak menerima usulannya itu, dan mengatakan bahwa akan ada mata pelajaran adab sebagai tambahan yang gurunya akan didatangkan dari salah satu ponpes yang ada dikota itu. Kini sekolah itu kembali dihadapi permasalahan banyak siswa yang sering kesurupan. Bukan masalah kesurupannya itu saja yang mengganggu fikirannya, tapi ada masalah lain dibelakangnya. Sebagai guru baru Ia cukup heran, di sekolah yayasan islam ini kenapa masih juga mengatasi orang-orang yang kesurupan dengan cara-cara yang tidak syar’I padahal itu adalah syirik dan Allah membenci orang-orang yang melakukan dosa syirik karena ia termasuk dosa-dosa besar. Ia mencoba tetap berhusnuzhon,mungkin saja hal itu belum sampai pada mereka fikirnya.
 “Sesungguhnya orang yang berbuat syirik kepada Allah maka pasti Allah haramkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu para penolong.” [al-Mâidah/5: 72]
Pernah suatu ketika, di sekolah itu ada anak yang kesurupan disaat jam pelajaran. Kemudian oleh guru yang mengajar di kelas itu anak tersebut dibawa keluar. Dan kemudian, ada seorang guru yang ingin mencoba menangani anak tersebut. Namun sayang, seribu sayang yang dia lakukan tidaklah sesuai dengan kaidah syar’i dalam meruqyah. Guru tersebut membacakan sesuatu, entah apa yang dibacanya saat itu. Sambil komat-kamit tangan kanannya memegang gelas yang berisi air. Kemudian setelah itu, guru itu meminum air terebut namun tidak ditelannya melainkan disemburkan kepada anak yang kesurupan jin itu. Yang lucunya, ternyata guru lain yang ikut memegang anak terebut agar tidak memberontak, ikut tersebur juga. Zahra tersenyum dan menahan tawanya. Bukan karena setuju dengan apa yang dilakukan oleh guru tersebut. Namun ia tersenyum dan tertawa dalam hatinya melihat kebodohan yang dilakukan itu. Dalam hatinnya, ia membenci perbuatan tersebut. Hatinya mendidih melihat niat baik yang menjadi rusak karena bercampur dengan cara yang bathil. Ingin rasanya dia berteriak untuk menghentikan itu, namun ia sadar dengan posisinya yang belum kuat sebagai guru honorer. Ia sadar,bahwa ia tidak boleh gegabah dalam hal ini. Ia teringat dengan fiqh dakwah yang pernah dibacanya bahwa untuk mengubah kemungkaran haruslah dengan cara yang baik, dan strategi yang tepat pula.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS.An-Nahl:125)
Kemudian ia teringat dengan kondisi siswinya yang rumahnya ia kunjungi tadi. Hal ini juga membuatnya resah karena saat ia berkunjung ke rumah anak itu kondisi rumah tersebut sedang ramai-ramainya ternyata saat itu keluarga anak tersebut sedang berkumpul untuk melihat kondisi anak tersebut. Bukan itu masalahnya, yang meresahkannya adalah ternyata pihak keluarga anak tersebut memanggil seorang laki-laki yang mengaku-ngaku dirinya sebagai seorang paranormal atau dukun yang bisa mengobati orang kesurupan. Na’udzubillah..
Zahra beristighfar karena rishi dan muak melihat laki-laki yang mengaku sebagai paranormal itu. Ia faham benar bahwasanya Rasulullah telah mengingatkan umatnya akan kufurnya perbuatan seperti itu dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Auf dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,Rasulullah bersabda, “ Barang siapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan kemudian mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa sallam.” Dengan sanad shahih Riwayat Abu Daud, Hadits nomor 3904. (al-Kaba’ir:288)
Zahra saat itu tidak mampu berbuat banyak melihat kemungkaran didepan matanya. Ia merasa belum cukup mampu untuk mencegah dan melarang perbuatan bodoh itu saat itu. Maka saat itu, cukuplah hatinya membenci perbuatan syirik yang ada dihadapannya sambil memikirkan cara dan mencari waktu yang tepat untuk meluruskannya. Ia tidak ingin niat baiknya untuk mengubah itu kemudian menjadi fitnah baginya dan dakwah itu sendiri.Ia tidak menginginkan tujuannya mengubah kemungkaran itu justru menimbulkan kemungkaran yang lainnya saat itu. Dengan berat hati ia pun mengurungkan niatnya, dan mencoba bersabar.
********

Konsentrasinya terpecah bersamaan dengan berderingnya hp dengan yang menunjukkan nada sms masuk. Dilihatnya nama pengirim yang tertera, Najla. Seorang sahabat, teman pengajiannya mengirimnya sms tausiyah. Ternyata sahabatnya itu mengirimkan tausiyah yang mengutip firman Allah dalam surah At-Taubah : 115.
“Dan Allah tidak sekali-kali menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Zahra tersenyum, membacanya. Kemudian membalas sms sahabatnya yang memang sering mengirim sms tausiyah kepadanya itu. “Jazakillah ya ukhti..”.
Setelah membaca pesan singkat itu, ia pun teringat kembali pesan ustadzahnya bahwa tugas para da’i adalah memberikan penjelasan dan petunjuk, memerintahkan kebaikan dan membimbing umat ini dengan kasih sayang menuju agama yang lurus ini. Ia pun teringat sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Sesungguhnya kalian tidak akan menjangkau umat manusia dengan harta dan kekayaan kalian, tetapi kalian akan menjangkau mereka dengan wajah yang cerah dan akhlak yang mulia.”
Zahra pun mendapatkan inspirasi. Segera diambilnya secarik kertas dan pulpen. Dia membuat coretan-coretan mind map. Mencoba menguraikan masalah yang dihadapinya, mencari langkah-langkah yang harus ia tempuh dan apa yang harus ia siapkan. Wajahnya cerah kembali. Selesai membuat coretan, ia menghidupkan laptopnya dan mengkonekkannya dengan internet. Ia mencoba mencari dalil-dalil syar’i tentang masalahnya. Selesai didapatkannya, dilihatnya kembali coretannya itu, kemudian dicatatnya rencana-rencananya itu di buku agendanya.Ditutupnya buku agendanya, dan kemudian menuju ke pembaringannya. Ia berdo’a dan berkata menguatkan dirinya sendiri, “Bersabarlah Ya Zahra, kelak ini yang akan menjadi pemberat timbanganmu. Innallaha ma’a ashoobiriin.”
***** SELESAI *****










0 komentar:

Posting Komentar