About

Sabtu, 12 Oktober 2013

Menulislah dan Teruslah Menulis


Biar saya klarifikasi terlebih dahulu, kenapa judul tulisan saya kali ini “Menulislah dan Teruslah Menulis”? Hal ini bukan berarti menunjukkan bahwa saya seorang yang mahir dalam bidang tulis menulis. Karna saya juga bukanlah seorang penulis yang produktif, dan belum pernah menerbitkan buku. Tulisan-tulisan saya juga belum pernah diterbitkan di koran-koran nasional maupun lokal kecuali pada majalah kampus dan catatan pribadi di facebook. Namun apa yang akan saya tulis ini, hanyalah sebuah upaya untuk memotivasi diri saya dan sobat-sobat sekalian yang masih enggan dan berat untuk mulai menulis, agar mau mulai menulis.
Bagi sebagian orang, menulis mungkin sebuah aktifitas yang sangat berat, aneh atau bahkan mustahil. Dengan berbagai alasan mulai dari apa adanya, dibuat-buat sampai ada apanya orang-orang yang merasakan aktifitas menulis itu adalah sesuatu yang sangat berat berusaha menolak atau menghindar ketika ditawari, atau diminta untuk menulis. Sebagian besar mereka yang menolak dan merasa berat dalam aktifitas tulis menulis memakai alasan bahwa mereka tidak memiliki bakat untuk menjadi seorang penulis. Adapun bagi sebagian lainnya, menulis dianggap sebuah aktifitas yang menyenangkan, dan mudah untuk dikerjakan. Bagi kelompok kedua ini, menulis adalah sesuatu yang menyenangkan, dan sangat mudah untuk dilakukan, kapanpun dan dimanapun. Ada, tiga pertanyaan yang akan coba saya jawab di sini. Benarkah bahwa menulis itu perlu sebuah bakat khusus? Menulis itu Gampang atau Sulit ? Apa rahasia para penulis hebat ?

Bakat
Dalam bahasa inggris bakat disebut aptitude atau talent. Bingham mendefenisikan Aptitude ... as condition or set of characteristics regarded as symptomatic of an individual’s ability to acquire with traning some (usually specified) knowledge, skill, or set of response such as a ability to speak a language, to produce music, -etc,.. (Bakat sebagai sebuah kondisi ataupun sekumpulan karakteristik (ciri) yang dimaknai sebagai gejala dari sebuah kemampuan seseorang untuk memperoleh  dengan beberapa latihan (biasanya lebih spesifik) pengetahuan, skill (keahlian) ataupun juga sekumpulan reaksi (respon) seperti kemampuan untuk berbicara sebuah bahasa, untuk menghasilkan musik dan sebagainya).  Defenisi tadi, menunjukkan bahwa Bingham menitik beratkan aptitude atau bakat pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang setelah mendapatkan latihan.
Sementara Willliam B. Michael mendefenisikan  An aptitude may be define as a person’s capacity, or hypothetical potential, for acquisition of certain more or less welldefined pattern of behavior involved in the performance of task respect to which the individual has had title or no previous training (Sebuah bakat dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan seseorang, atau sebuah potensi hipotesis untuk memperoleh sebuah pola kebiasaan tertentu yang terumuskan dengan lebih baik ataupun kurang begitu baik yang termasuk didalam penampilan dari sebuah penghargaan tugas untuk individu yang telah melakuan sedikit latihan atau belum). Secara garis besar defenisi aptitude yang dibawakan oleh William B.Michael memandang bakat dari kemampuan individu untuk melakukan sebuah tugas yang sedikit sekali memerlukan latihan mengenai hal tersebut.
Dapat juga diartikan bahwa Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda seseorang yang berbakat musik mungkin dibidang lain ketinggalan.[1] Setidaknya bisa kita simpulkan secara umum bahwa bakat (aptitude) adalah kemampuan tertentu yang dimiliki seseorang sejak lahir yang membuatnya mudah untuk mempelajari dan menguasi suatu bidang tertentu . Nah sampai disini, kita fahami bahwa sebuah bakat perlu dilatih agar lebih baik.
Yang jadi masalah disini adalah, tidak semua orang mengetahui apa bakat yang dimilikinya. Makanya saat ini dalam dunia psikologi berkembang test identifikasi bakat, dan test ini sering digunakan didunia pendidikan, dan kerja. Artinya bakat itu ibarat sebuah emas yang sangat bernilai, tapi keberadaannya sulit untuk ditemukan. Ia tersemunyi disuatu tempat dan harus dideteksi dan digali. Setidaknya itu yang dianalogikan oleh A.N Ubaedy (2007) tentang Bakat[2].  Bakat yang dimiliki seseorang adalah sebuah modal bagi keberhasilannya. Tapi sebuah modal, seberapa besarpun dia hanyalah sebatas modal jika hanya bersifat pasif dan tidak didayagunakan dengan baik.
Ada pernyataan menarik dari Thomas Wolfe tentang bakat. Menurutnya jka seseorang memiliki bakat tetapi bakat yang dimiliki tesebut tidak dipergunakan, sesungguhnya dia telah gagal. Ia tidak melakukan sesuatu sehingga ia juga tidak akan mencapai apapun. Begitu juga ketika ia baru menggunakan setengah dari bakatnya, maka ia berada dalam kondisi setengah gagal. Keberhasilan baru akan dicapai dengan cara menggunakannya secara maksimal untuk mencapai prestasi.
Setidaknya dari penjabaran di atas kita memahami  bahwa kita semua memiliki bakat, tapi sayangnya tidak semua orang mengetahui bakatnya. Bagaimana kita bisa tau dan mengatakan dengan yakin bahwa kita tidak berbakat dalam menulis ?? bukankah bakat itu sebagian besar tersebunyi bagi setiap orang? Apakah anda sudah melakukan bakat sehingga kita langsung memfonis bahwa kita tidak berbakat dalam menulis ?
Baiklah, katakanlah bahwa anda sudah melakukan test bakat, dan hasit test menyatakan anda tidak memiliki bakat dalam menulis. Apakah hal ini menandakan bahwa kita tidak akan bisa menulis dan menjadi penulis hebat? Sebagaimana pula mereka yang memiliki bakat menulis, mereka belum tentu bisa menjadi penulis hebat. Saya jadi teringat dengan pernyataan Thomas Alfa Edison “Bakat hanya menentukan keberhasilan sebesar 1%, sisanya adalah perpaduan dari kerja keras dan usaha terus menerus tanpa kenal lelah.” Dalam artian bahwa bakat seseorang tidak sepenuhnya menjamin keberhasilannya. Yang diperlukan adalah memunculkan minta serta usaha. Usaha untuk belajar, mau mencoba dan terus mencoba. Seperti dua pendapat yang saya sebutkan diatas, bahwasanya bakat hanya sebatas membantu seseorang agar lebih mudah untuk mempelajari dan melakukan sesuatu. Dan ketiadaan bakat bukan berarti menutup peluang untuk kita bisa menguasai dan mahir dalam suatu bidang.
Menulis itu gampang apa sulit ??
Menjawab pertanyaan ini saya juga rada-susah menjawabnya. Karena saya sendiri terkadang untuk membuat sebuah tulisan singkat saja, antara satu tulisan dengan tulisan lainya butuh waktu yang berbeda dan mendapatkan tingkat kesulitan yang berbeda. Karena ada beberapa faktor yang bisa membuat seorang penulis terkadang bisa menyelesaikan tulisannya dengan cepat atau lambat, bagus atau tidak bagus dan nanti insyaa Allah akan saya bahas. Dan mungkin kalau saya yang dijadikan acuan untuk menentukan apakah menulis itu gampang atau susah sepertinya tidak representatif. Apalagi saya tergolong seorang newbi.
Dalam mengawali sebuah kegiatan yang baru, sering kali kita selalu dihadapkan dengan rasa was-was, ketakutan, dan kekhawatiran. Pertanyaan yang sering muncul ketika melakukan sesuatu yang baru “bisa nggak ya?”, “Gimana seandainya kalau,.. “dan sebagainya. Dan itu semua biasanya muncul dari alam bawah sadar kita yang kadang disebut persepsi atau mindset. Mindset atau persepsi ini terbentuk tidak dalam waktu singkat. Dia terbentuk dari sekumpulan informasi, dan pengalaman yang kita dapatkan selama hidup kita yang senantiasa berulang, sampai ia mengkristal. Yang parahnya jika informasi itu tidak tersaring dengan benar. Dan informasi yang mengkristal dan kita namakan persepsi atau mindset tadi kemudian dialah yang akan menjadi sebuah tembok atau rantai yang akan menentukan sikap seseorang yang menghasilkan mental block.
Poerwadarminta (2005) mengatakan bahwa persepsi adalah sebagai tanggapan dari sesuatu atau persepsi merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal daripanca indera.
Widayatun (2002) menjelaskan bahwa pertama terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek atau stimulus yang merangsang untuk ditangkap melalui panca indera lalu dibawa ke otak. Dari otak, terjadi “kesan” atau jawaban (response) yang dibalikkan ke indera kembali berupa tanggapan berupa pengalaman hasil pengolahan otak. Proses terjadinya persepsi ini perlu perhatian (attention).
Ada sebuah ilustrasi yang sering digambarkan oleh para moitvator tentang rantai yang sering membelenggu fikiran kita dan menghalangi kesuksesan kita. Ilustrasi dari seekor gajah. Semua orang tau gajah, berbadan besar, tinggi dan kuat. Dia bisa berlari kencang kemudian menyeruduk apa yang ada didepannya. Apa yang terjadi ketika kemudian gajah itu ditangkap, kemudian kakinya dirantai, setiap dia melawan dia akan dicambuk. Diawal-awal mungkin gajah itu masih tetap berjuang, dan terus melawan dengan tenaganya. Dia mencoba berlari tai terjatuh karena kakinya dirantai. Jika disuruh duduk, ia tidak mau duduk kemudian dia dicambuk oleh sang pelatih. Hal ini terus bergulir. Dan informasi yang ia dapatkan setiap hari adalah, ia tidak bisa berlari kencang dan tidak bisa berjalan terlalu jauh karena kakinya dirantai, jika ia paksa berlari ia akan jatuh, dan jatuh itu sakit. Dia juga, mendapatkan informasi jika pelatih memberikan isyarat A makan artinya ia duduk atau yang lainnya dan jika ia tidak melakukannya maka dia akan dicambuk, dan itu sakit. Berulang, dan terus berulang, akhirnya informasi atau pengalamannya tersebut mengkristal. Dan ketika pengalamannya tersebut sudah mengkristal maka ia hanya akan menjadi gajah yang patuh padahal ketika itu besi-besi yang merantai kakinya sudah dilepas. Tapi sayang ada satu rantai yang masih tersisa, rantai diotaknya.
Edie Raether dalam bukunya ‘Winning’ mengatakan bahwa tombol relay dalam otak kita yang disebut RAS (reticular activating system/ sistem pengaktifan reticular) mengukur nilai setiap situasi yang dikaitkan dengan makna dan relevansi pribadi, kemudian mengirimkannya ke penyimpanan memori jangka panjang atau menghapusnya begitu saja. Semakin emosional dampak dari suatu peristiwa, semakin dalam hal itu tertanam dalam fikiran dan semakin sulit untuk dilupakan. Faktor penting yang menentukan fikiran dan sikap kita adalah persepsi kita yang merupakan reaksi internal dari stimulus yang kita tangkap dari lingkungan. persepsi yang baik menyebabkan fikiran yang positif sehingga melahirkan tindakan yang positif.[3]
Agus Setiawan seorang Penulis, Trainer dan Enterpreneur mengatakan “Apa yang kita tanamkan ke dalam fikiran bawah sadar kita, semuanya berpegang teguh pada hukum kebiasaan. Apakah kebiasaan kita menanamkan fikiran positif atau negatif?”. Jadi yang harus kita lakukan adalah menanamkan fikiran positif kedalam alam fikiran bawah sadar kita, karena fikiran adalah awal dari tindakan kita dan tindakan awal dari kebiasaan. Itulah mengapa seorang muslim diperintahkan untuk senantiasa husnuzhon (berfikiran/ berprasangka positif) baik kepada dirinya, orang lain dan kepada Rabbnya. Dalam hadits qudsi, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya Allah telah berfirman : “Aku sebagaimana prasangka hambaku kepadaku”.[4]
Setelah kita mengubah persepsi kita tentang menulis, maka saya akan menjawab bahwa mudah ataupun susahnya menulis selain bergantung kepada tiga hal, yang pertama adalah persepsi penulis dan sudah dibahas diatas. Yang kedua wawasan dan keilmuan penulis. Untuk itulah seorang penulis harus banyak membaca. Membaca apa saja, bisa berupa buku, koran, majalah, internet, jurnal, bahkan membaca kondisi sekitarnya. Ini juga yang akan menentukan kualitas tulisan. Semakin banyak informasi yang kita serap, semakin banyak gagasan yang bisa kita tuangkan, semakin banyak perbendaharaan kata yang bisa kita gunakan sehingga tulisan kita semakin “bergizi”. Dan yang terakhir adalah Kerja Keras. Seorang penulis haruslah bersikap ulet, tidak mudah menyerah, dan terus berusaha.


Rahasia para penulis hebat
Kira-kira apa rahasia para penulis terkenal sehingga mereka mampu menjadi penulis yang hebat, dan produktif?
Dalam hidup ini, apapun profesinya seseorang tidak mungkin dilahirkan langsung menjadi seorang yang mahir. Semua orang pasti perlu proses, dan melewati satu persatu anak tangga kesuksesan. Dalam proses tersebut semua orang juga pasti pernah merasakan terjatuh, atau gagal. Begitu juga seorang penulis, tidak ada penulis yang langsung terlahir sebagai seorang yang mahir tanpa sebuah proses panjang. Dalam kata lain selalu ada yang pertama dalam hidup.
Jangan berfikir, bahwa para penulis hebat dan terkenal tidak pernah mendapatkan kesulitan. Mereka juga pernah “berdarah-darah” ketika memulai karirnya. Tulisannya juga pernah ditertawakan, atau dianggap remeh oleh orang lain. Siapa yang tidak kenal Sylvester Gardenzio Stallone, seorang aktor, sutradara dan penulis naskah. Naskah filmnya yang berjudul “Rocky” pernah mengalami 1500 kali penolakan hingga akhirnya diterima dan meledak dipasaran.[5] Jhon Creasy, penulis 564 novel misteri-743 penolakan sebelum mempublikasikan buku pertamanya.[6] J.K Rowling, penulis Harry Potter and the Philosopher’s Stone mengalami 14 penolakan.[7] Dan masih banyak penulis terkenal yang pernah ditolak tulisannya pada awal karirnya dan mereka semua kemudian menjadi penulis terkenal bahkan best seller. Walaupun ada beberapa penulis yang diawal debutnya bisa langsung terkenal sebut saja Raditya Dika, sorang penulis muda dengan buku pertamanya berjudul “Kambing Jantan”.
Dibalik semua penolakan yang dihadapi oleh para penulis hebat pada awal karir mereka, ada rahasia sukses yang membuat mereka kemudian berhasil. Dari 109 peraih Nobel Prize (laurete) bidang sastra dan puluhan pengarang terkaya dunia nama-nama diatas agaknya menyepakati ungkapan Ken Mac Macleod ini : “The secret of becoming a writter is to write, write, and keep on writting.” Rahasia menjadi penulis adalah menulis, menulis dan  terus menulis.[8]
Agaknya apa yang disampaikan oleh Ken Mac Macleod diatas benar adanya dan sejalan dengan sebuah pepatah yang saya ingat betul dan ini saya dapatkan dari guru kesenian saya waktu SMP, “Ala Bisa Karna Biasa”. Sesuatu itu hanya perlu pembiasaan. Begitu pula dengan menulis. Seorang yang punya bakat sekalipun jika ia tidak membiasakan menulis maka bakatnya tidak akan berkembang dan tidak akan menjadi penulis yang hebat.
Jadi, tunggu apa lagi? Menulislah, dan Teruslah Menulis...


[1] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rineka Cipta,1991),h,78
[2] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009)h.228-229
[3] “Hidup dengan Positif thinking” Queen Rahmah Rizqi Zaidah http://Blog.uin-malang.ac.id/mykingdom/2011/09/03/hidup-dengan-positif-thinking/
[4] Shahih Al-Bukhari – Hasba Tarqim Fathul Baari, kitab bada-a al-wahyu hadits no.7505 Juz 9 hal.177 Al-Maktabah Asy-Syamilah
[5] “Biografi Sylvester Stallone- Jalan Panjang Menuju Sukses” http://Kolom-biografi.blogspot.com/2011/06/biografi-sylvester-stallone-jalan.html/m=1
[6] Larasati,Niken “Novel-novel Best Seller yang pernah ditolak Penerbit.” http://img-nikenlarasati.blogspot.com/2012/10/novel-novel-bestseller-yang-pernah.html/m=1
[7] Ibid
[8] Khoiri,Moch “Inilah Rahasisa Top Menjadi Penulis.” http://indonesiamenulis.co/inilah-rahasia-top-menjadi-penulis/

Ibnurrojak As-Singkawangy

0 komentar:

Posting Komentar