Begitulah salah satu sub bahasan nasihat yang dituliskan oleh al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam kitabnya fawaidul fawaid. Beliau mengingatkan kita dengan menukilkan hadits Aisyah yang diriwayatkan secara mauquf dan marfu' :
من أرضى الله بسخط الناس كفاه الله مؤونة الناس
"Siapa saja yang membuat ridho Allah di atas kemurkaan manusia pasti akan dilindungi-Nya dari gangguan umat manusia." (HR.Tirmidzi no.2414)
Beliau juga menukil hadits lain yang senada :
من أرضى الله بسخط الناس رضي الله عنه و أرض عنه الناس، و من أرضى الناس بسخط الله لم يغنوا عنه من الله شيئا
"Siapa saja yang membuat Allah ridha di atas kemurkaan manusia maka Allah akan ridha kepadanya dan menjadikan orang lain ridha kepadanya pula. Dan siapa saja yang membuat manusia ridha di atas kemurkaan Allah maka sesungguhnya mereka tidak dapat menolong sedikitpun dari siksa-Nya." (HR.Ibnu Hibban no. 276, sanad hadits ini hasan)
Dua kandungan hadits di atas adalah sebuah kondisi yang sering kali harus di alami oleh kita dan khususnya para da'i tatkala berdakwah baik itu di tengah masyarakat, negara bahkan lingkup terkecil seperti keluarga pun tak jarang kita akan menemui kondisi-kondisi dimana apa yang kita dakwahkan itu akan mendapat tentangan dan murka dari manusia yang hanya mengejar kebenaran menurut pribadinya.
Adakalanya dakwah yang kita sampaikan itu akan bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat setempat dan sudah berlangsung sangat lama bahkan sudah mengakar. Sehingga sulit untuk dirubah, apalagi di kalangan para orang-orang yang dituakan.
Banyak yang mampu bertahan dan memenangkan pertarungan idiologi itu, mereka mengutamakan keridhoan Allah di atas keridhoan manusia meski awalnya mereka di tentang habis-habisan. Sampai kemudian Allah berikan bantuannya sehingga di kemudian hari perlahan-lahan atas izin Allah menusiapun ridha dengan dakwahnya.
Dan banyak pula mereka yang kalah dalam pertarungan itu, mereka lebih mengutamakan keridhoan manusia demi mendapatkan pujian dan sanjungan karena dianggap toleran, dan sebagainya. Padahal mungkin sikap tolerannya itu tidaklah pada tempat yang semestinya.
Maka cukuplah dua hadits di atas menjadi peringatan bagi kita untuk lebih mengejar keridhaan Allah di atas keridhaan manusia.
Imam Ibnu Qoyyim mengatakan " Manusia adalah makhluk yang banyak ketidaktahuannya. Maka itu, tidak sepatutnya manusia mendikte Allah dengan menjadikan perasaan suka - tidak suka, dan cinta-benci pribadinya sebagai tolak ukur dalam menilai sesuatu. Akan tetapi, perintah dan larangan Allahlah yang harus dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai baik buruknya sesuatu. Karena belum tentu apa yang dia sukai adalah baik untuk hatinya dan belum tentu apa yang dia benci adalah buruk bagi jiwanya."
Wallahu a'lam bishawab.
Barakallahu fiikum jami'an.
Jum'at Mubarok